Apr 25, 2011

Hijabmu

  • Hari itu Jum'at, 18 Maret 2011. Aku dan beberapa teman dari Indonesia sedang menikmati suasana pelabuhan di Waterproof, Washington DC. Tiba-tiba ada satu rombongan yang lewat di dekatku, mereka mengucapkan salam, "Assalamu'alaikum sister... where are you from?" Sumringah kujawab salam mereka yang ternyata berasal dari Iraq. Bertemu saudara sesama Muslim di pelabuhan yang dipenuhi oleh orang-orang non-Muslim tentu sangat menarik, meski hanya lalu lalang saja. Tidak sempat berbicara banyak karena sedang mengejar urusan masing-masing. Tapi tahukah teman-teman, betapa indah rasanya mendapatkan salam di tengah kesibukan yang dipenuhi oleh urusan dunia? Ada air mata yang membasahi dinding hati yang seringkali kering ini. Ada kerinduan yang membuncah untuk segera bertemu dengan saudara-saudara ikhwah di tanah air. Hari Jum'at itu pun beberapa kali ada ucapan salam dari saudara-saduara Muslim dari berbagai penjuru dunia. Ke mana kulangkahkan kaki di kota itu, alkhamdulillah, ada salam, hangat sekali rasanya.

  • Esok harinya, kuharap ada salam lagi. Aku kembali ke pelabuhan itu, mengajak beberapa teman dari Thailand. Kusapu pandangan ke beberapa titik, tempat kubertemu saudara-saudara penebar salam itu. Aku berjalan naik ke luar area pelabuhan, melewati beberapa toko yang tak sempat kulihat kemarin. Tiba-tiba aku tersedak saat seorang laki-laki yang sedang duduk menikmati rokok bersama temannya di depan sebuah ruko mengucapkan kata-kata seperti salam, tapi tidak terucapkan dengan jelas. Dia mengulang-ulangnya sambil terus menghisab rokoknya. Aku berjalan pelan agar bisa membalas salamnya, jika dia memang mengucapkan salam untukku. Ternyata itu bukan salam. Begitu aku berjalan mendekat ke arahnya, dia mengucap "syalama semalaka semalaka..." Oh, itu ejekan. Laki-laki itu setengah tertawa saat aku berjalan menjauh. Astaghfirullah... semoga Engkau menguatkanku ya Allah. 



Kawan, coba tebak, kesamaan apa yang terdapat dalam dua kisah nyata di atas? Ya, Jilbab. Dengan memakai jilbab, maka bukankah seorang muslimah akan dikenali? Karena bukankah jilbab itu identitas, pembeda antara muslimah dan non-muslimah? Saudara sesama muslim menebarkan salam karena mereka mengenali jilbabnya. Bandingkan dengan muslimah yang tidak memakai jilbab, dalam situasi berada di manapun, siapa yang bisa menjamin bahwa ia sebenarnya seorang muslimah? Lalu bagaimana dengan ucapan salam, akankah orang-orang dengan yakin menyapa kita dengan "Assalamu'alaikum?"

Mari kita renungkan. Berbahagialah siapa pun yang saat ini berada dalam nikmat Islam, agama milik Allah azza wajalla. Allah memerintahkan para muslimah untuk memakai jilbab dan perintah untuk mengulurkannya, tentu dengan alasan yang sempurna, salah satunya adalah agar kita dikenali dan dihormati. Mungkin ada yang bertanya bagaimana dengan cerita kedua? Sudah berjilbab tapi tetap saja ada yang mengejek? Begini, lalu apakah kita akan menyalahkan jilbab sebagai perintah Allah hanya karena ada orang-orang yang tidak menyukai? Bukankah Allah ingin menguji kita dengan tantangan, untuk melihat bagaimana kita mampu melewatinya? Lagian, jangan perdulikan orang-orang yang mengejek itu, toh yang menilai tetap Allah. Justru perjuangan mempertahankan izzah sebagai "the real muslimah" di tengah tekanan orang-orang negatif, akan terasa lebih manis. Jangan sampai menjadikan alasan takut diejek sebagai alasan tidak berjilbab, atau alasan melepas jilbab, ok?

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59).


No comments: