Feb 15, 2015

Writer's Block Pejuang Toga

Writer's Block? Kita pasti sering atau paling tidak pernah mendengar istilah yang satu ini. Menurut definisi umum, writer's block adalah kondisi di mana seorang penulis kehilangan kreatifitas menulisnya dalam memproduksi suatu karya. Bisa jadi penulis kesulitan untuk menuliskan ide originalnya, tidak tahu bagaimana melanjutkan ide cerita selanjutnya, sampai pada kondisi di mana ia tak mampu memproduksi karya dalam beberapa tahun lamanya.[1]

Saya sendiri bukan penulis profesional yang karyanya sudah banyak dinikmati dan bermanfaat bagi umat manusia seperti beberapa idola saya, sebut saja Darwis Tere Liye, Asma Nadia, dan Kang Abik. Saya hanya seorang penulis blog amatir dan masih harus terus menulis untuk skripsi saya yang tak kunjung tamat (baca: wisuda) :-) Untuk itu, izinkan saya berbagi pengalaman pribadi, juga pengalaman dari mahasiswa tingkat ahir yang senasib dengan saya, tentang bagaimana rasanya berputar-putar dalam lingkaran yang beberapa mahasiswa menyebut skripsi sebagai, #scriptsweet, #scriptsweat, bahkan ada yang menyebutnya #scriptsh*t. Jika saya boleh menyimpulkan, dan ini berdasarkan pengamatan dan pengalaman pribadi, hehe, bahwa mimpi paling buruk dari lamanya proses mengerjakan skripsi itu ada pada diri kita sendiri, termasuk yang kita sebut sebagai writer's block.

Writer's block, gimana sih ciri-cirinya? Sekarang acungkan jari bagi yang mengalami beberapa dari kelakuan berikut, ya? hehe,

√ Kita menunda memulai mengerjakan skripsi hingga DEADline nyaris membunuh kita...(Procractination)

√ Kita tidak tahu apa yang harus ditulis, dan hanya memandangi layar kosong di depan mata... (Blank page syndrome)

√ Alih-alih mengerjakan skripsi, kita malah menyibukkan diri surfing internet, FB-an, twitteran, main game, nonton TV, dan aktivitas gak penting lain. (Fleeing)

√ Kita merasa kesulitan meng-evaluasi diri dan terpenjara dalam ketakutan draft yang tidak sempurna. (Perfectionism)

Sumber gambar


Hayoo, ngaku aja deh kalo kita sedang menderita beberapa sindrom di atas, hehe. Bukan untuk dijadikan bahan ledekan ya, tapi itulah yang terjadi pada beberapa dari kita; dan saya yakin seribu persen bahwa tak ada dari kita yang menginginkannya. Beberapa teman bilang kelakuan itu seperti terjadi begitu saja, tanpa bisa dikendalikan. Oke sobs, sekarang tenangkan diri, duduk manis, tarik nafas dalam-dalam, dan bersiap melanjutkan membaca biangkerok dari kelakuan di atas (bukan pembenaran, ya) berikut ini.

Menurut jurnal yang baru saya baca[2], bahwa writer's block ini lebih dari sekedar masalah mental. Pakar neurologi telah menemukan bahwa aktivitas otak tertentu yang dominan berpengaruh terhadap kreativitas menulis. Sebelumny sudah pada tahu kan ya, kalau otak manusia terbagi menjadi tiga sistem, yang masing-masing melakukan fungsi yang berbeda. Yang pertama, batang otak (lizard brain) yang terletak di pusat sistem dan berfungsi menjaga fungsi tubuh seperti respirasi, digesti dan sirkulasi. Yang kedua, sistim limbik (leopard brain) yang mengelilingi batang otak dan berfungsi sebagai pusat emosi terhadap input sensori, termasuk dalam memutuskan untuk melawan atau menghindar jika ada ancaman. Yang ketiga, cerebral cortex (learning brain) yang mengelilingi sistim limbik dan memberikan kemampuan dalam menyelesaikan masalah, menggunakan bahasa dan angka, mengantisipasi masa depan, memotivasi diri, dll. Batang otak tersusun dari otak tengah, pons, medulla, dan Reticular Activating System (RAS) yang berfungsi memonitor informasi yag masuk dari panca indera dan menyaring apa yang kita ingin perhatikan atau abaikan. Fungsi RAS dapat berubah-ubah dari sistim limbik ke cerebral cortex, atau sebaliknya, tergantung informasi yang masuk.

Nah, kreativitas, termasuk kreativitas menulis akan ter-aktivasi saat RAS meng-aktivasi cerebral cortex, saat informasi yang masuk bersifat menenangkan, kegembiraan, sehingga pada saat otak kita rileks, kita bisa berfikir dengan jernih, termasuk terinspirasi untuk menulis. Sebaliknya, jika informasi yang masuk bersifat kegelisahan, ancaman, maka akan meng-aktivasi sistim limbik, sehingga kita akan merasa resistan terhadap kreativitas; dengan kata lain, disitulah biasanya writer's block muncul. Jika sudah begitu, tak heran kita akan mengalami beberapa kelakuan yang sudah saya sebutkan di awal. Jelas sudah ya, bahwa sistim limbik dan cerebral cortex berkompetisi satu sama lain tergantung input yang diterima RAS.

Jadi bagaimana solusinya?

Bagaimanapun juga jangan dijadikan alasan untuk berhenti menulis skripsi ya. Ada banyak cara untuk mengobati writer's block yang direkomendasikan para ahli. Intinya hal ini penting untuk menjaga suasana hati yang tenang agar cerebral cortex ter-aktivasi.

Beberapa teknik berikut termasuk yang dianjurkan para ahli
1. Belajar mengatur nafas dalam-dalam dan perlahan selama 5-10 menit. Penelitian menunjukkan teknik pernafasan ini mampu membuat sistim limbik menjadi kurang reaktif (Davidson: 556-557).
2. Olahraga secara teratur terbukti dapat mengurangi stres, tak hanya baik untuk kesehatan, tapi juga untuk cortex;
3. Mencoba berbagai teknik menulis seperti freewriting, clustering, mind-mapping, branstorming, dll. Robert Olen Butler dalam bukunya, justru menganjurkan untuk melakukan 'dreamstorming' daripada brainstroming. Banyak siswa-penulis yang merasa lebih rileks saat mereka harus lebih banyak berimajinasi daripada menulis, untuk memulai menulis cerita.
4. Membuat rutinitas menulis se-rileks mungkin. Misalkan dengan mengunyah bulir lemon tiap kali menulis. Jika setiap kali kita menulis, dan kita selalu mengunyah bulir lemon, maka tiap kali pula kita melihat, mencium aroma, dan merasakan bulir lemon, otak kita akan ter-asosiasi dengan aktivitas menulis, dan ini akan membangkitkan semangat menulis (hukum Hebb, di mana saat neuron distimulasi bersama, maka selanjutnya akan selalu teraktivasi bersama).

Selain itu jika boleh saya tambahkan, sering-seringlah sharing dan diskusi dengan yang sudah berpengalaman, karena itu juga akan memberikan energi positif bagi kita. Jangan takut salah, (khususnya bagi penderita sindrom perfectionism), karena yakinlah, tidak ada draft yang 100% sempurna, yah, namanya juga draft; go and meet you advisor :)

Nah, sekarang gimana? udah lega-an belum?

Overall, menurut saya semua teknik atau stimulasi itu akan sia-sia belaka jika tidak diimbangi dengan do'a :) Bagaimanapun do'a itu sangat mujarab untuk membuat cerebral cortex kita kembali rileks, dan bukankah Allaah sendiri yang menjanjikan akan memperkenankan keinginan kita jika kita berdo'a? :) Kalau saya biasanya membaca do'a berikut, yang artinya,
"Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan mudah. Dan apabila Engkau berkehendak, Engkau akan menjadikan kesusahan menjadi kemudahan.”

Sekian, mudah-mudahan bermanfaat, ya script-fighter :)

Footnote:
[1]http://en.wikipedia.org/wiki/Writer%27s_block
[2]Bane, R. (2010). The Writer's Brain. Creative Writing: Teaching Theory & Practices

Tulisan ini diikutsertakan dalam 1st Giveaway blog Cokelat Gosong 



Feb 1, 2015

Hatters Gonna Hate

"Some people have the DISEASE of criticizing all the time. They forget the goods about others and only mention their faults. They are like flies that avoid the good and pure places and land on the bad and wounds. This is because of the evil within the self and the spoiled nature"

- Ibn Taymiyyah Rahimahullah